PEMBACAAN RATHIB AL-ATHAS & MAULID AD-DIBA'I







Selasa, 22 Februari 2011

AL HABIB UMAR BIN ABDURRAHMAN AL ATHOS


Kita tentu tidak asing lagi dengan Rotib Al athos yang selalu di baca baik itu di majlis-majlis ta’lim maupun di amalkan secara individu. Rotib AL athos adalah susunan dzikir yang disusun oleh Habib Umar bin Abdurrahman Alathos. Beliau adalah seorang ulama besar yang lahir di Hadro maut Yaman pada tahun 992 H atau 1572 M Di kota Isnat. Ayah beliau bernama Al habib Abdurrahman bin aqil dan Ibunya bernama syarifah Muznah binti Muhammad Al jufri. Karamah kewalian Habib Umar bin abdurrahman Al athos sudah nampak sejak beliau dalam kandungan ibunya ,janin tersebut bersin dan tentu ini adalah sesuatu diluar kebiasaan manusia pada umumnya dan hingga beliau mendapat gelar “Al athos { orang yang bersin }. Sejak kecil beliau sudah mengalami kebutaan namun tidak mengurangi semangat beliau dalam menuntut ilmu. Beliau belajar dari ayahnya dan ulama-ulama setempat lainnya seperti Syeck Umar bin isa,Syeck abu bakar bin salim dan Habib Husein bin syech abubakar bin salim.beliu juga membuka taklim dengan mengajarkan ilmu agama. Dakwahnya pun menyebar ke segenap penjuru Hadramaut.

Belakangan ia dikenal sebagai seorang sufi yang banyak menguasai ilmu lahir dan batin, pengayom anak yatim piatu, janda, dan fakir miskin. Siang mengajar, malamnya ia gunakan untuk melakukan riyadhah, beribadah, bermunajat kepada Allah SWT, dan sangat jarang tidur.
Sebagai ulama besar dan sufi, Habib Umar dikenal dengan beberapa karamahnya. Ia sangat termasyhur, bahkan sampai ke negari Cina. Suatu hari, salah seorang anak Habib Abdurrahman melawat ke Cina. Di sana ia bertemu seorang sufi yang memberi salam dan hormat, padahal ia tidak mengenalnya.
”Bagaimana engkau mengenalku, padahal kita belum pernah berjumpa?” tanyanya.
”Bagaimana aku tidak mengenal engkau? Ayahmu, Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas, adalah guru kami, dan kami sangat menghormatinya. Habib Umar sering datang ke negeri kami dan ia sangat terkenal di negeri ini,” jawab sufi tersebut. Padahal jarak antara Hadramaut dan Cina sangat jauh, namun Habib Umar telah berdakwah sampai ke sana.
Syekh Muhammad Baqais, salah seorang muridnya, bercerita, ”Satu kali Habib Umar mendamaikan beberapa suku yang berperang sampai berkali-kali. Tapi, tetap saja ia tidak mendapatkan tanggapan baik. Karena itu beliau pun melemparkan biji tasbihnya kepada mereka. Dengan izin Allah biji tasbih itu menjadi ular. Barulah mereka sadar dan mohon maaf.”
Nama Habib Umar tak bisa dipisahkan dari karya agung yang diberinya judul ‘Azizul Manal wa Fathu Babil Wishal, alias “Anugerah nan Agung dan Pembuka Pintu Tujuan” – yang di belakang hari sangat terkenal sebagai Ratib Al-Atthas. Habib Umar sendiri berwasiat, “Rahasia dan hikmah telah kutitipkan di dalam ratib itu.”

Melindungi Kota
Menurut Habib Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang, Jakarta Pusat), Ratib Al-Aththas lebih tua dibanding Ratib Al-Haddad. Ratib Al-Haddad disusun pada 1071 H/1651 M oleh Habib Abdullah Al-Haddad, atau sekitar 350 tahun lalu, sedang Ratib Al-Atthas disusun jauh sebelumnya. Ada beberapa wirid atau doa yang tidak ada dalam Ratib Al-Atthas tapi terdapat dalam Ratib Al-Haddad, demikian pula sebaliknya. Namun, seperti ratib-ratib yang lain, keduanya tetap mengacu pada doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Ratib Al-Atthas biasa dibaca usai salat Magrib, tapi boleh juga dibaca setiap pagi, siang, atau tengah malam. Bisa dibaca sendiri atau secara berjemaah. Manfaat ratib ini sangat besar. Bahkan ada sebagian ulama yang mengatakan, dengan membaca Ratib Al-Atthas atau Ratib Al-Haddad setiap malam, Allah SWT akan menjaga dan memelihara seluruh penghuni kota tempat tinggal kita, menganugerahkan kesehatan, dan mengucurkan rezeki-Nya kepada segenap penduduk.
Dalam keadaan sangat khusus dan mendesak, ratib tersebut bisa dibaca tujuh hingga 41 kali berturut-turut. Pendapat ini mengacu pada beberapa hadis Rasulullah SAW tentang manfaat istigfar dan doa-doa lainnya. Sebab, dalam ratib-ratib tersebut antara lain terdapat selawat, tahlil, tasbih, tahmid, dan istigfar.
Begitu hebat fadilah atau keutamaan ratib-ratib itu, hingga Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Muhsin bin Husein Al-Atthas menyatakan bahwa mereka yang mengamalkan ratib tersebut tidak akan terluka jika pada suatu hari terpatuk ular. “Orang yang biasa mengamalkan ratib-ratib itu tidak akan merasa takut, ia akan selamat dari segala yang ditakuti,” katanya.
Betapa hormat para ulama kepada Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas. Tergambar ketika suatu hari seorang ulama, Syekh Salim bin Ali, mengunjungi Imam Masjidilharam, Habib Muhammad bin Alwi Assegaf, dan menyampaikan salam dari Habib Umar. Seketika itu juga Habib Muhammad pun menundukan kepala sejenak, lalu katanya, ”Layaklah setiap orang menundukkan kepala kepada Habib Umar. Demi Allah, saya mendengar suara gemuruh di langit untuk menghormati beliau. Sementara di bawah langit ini tidak ada orang lebih utama daripada beliau.”
Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas wafat pada 23 Rabiulakhir 1072 H/1652 M, dan jenazahnya dimakamkan di Hadramaut.

AL HABIB UMAR BIN ABDURRAHMAN AL ATHOS

MAQOM AL HABIB UMAR BIN ABDURRAHMAN AL ATHOS
Kita tentu tidak asing lagi dengan Raatib Al athos yang selalu di baca baik itu di majlis-majlis ta’lim maupun di amalkan secara individu. Rotib AL athos adalah susunan dzikir yang disusun oleh Habib Umar bin Abdurrahman Alathos. Beliau adalah seorang ulama besar yang lahir di Hadro maut Yaman pada tahun 992 H atau 1572 M Di kota Isnat. Ayah beliau bernama Al habib Abdurrahman bin aqil dan Ibunya bernama syarifah Muznah binti Muhammad Al jufri. Karamah kewalian Habib Umar bin abdurrahman Al athos sudah nampak sejak beliau dalam kandungan ibunya ,janin tersebut bersin dan tentu ini adalah sesuatu diluar kebiasaan manusia pada umumnya dan hingga beliau mendapat gelar “Al athos { orang yang bersin }. Sejak kecil beliau sudah mengalami kebutaan namun tidak mengurangi semangat beliau dalam menuntut ilmu. Beliau belajar dari ayahnya dan ulama-ulama setempat lainnya seperti Syeck Umar bin isa,Syeck abu bakar bin salim dan Habib Husein bin syech abubakar bin salim.beliu juga membuka taklim dengan mengajarkan ilmu agama. Dakwahnya pun menyebar ke segenap penjuru Hadramaut.
Belakangan ia dikenal sebagai seorang sufi yang banyak menguasai ilmu lahir dan batin, pengayom anak yatim piatu, janda, dan fakir miskin. Siang mengajar, malamnya ia gunakan untuk melakukan riyadhah, beribadah, bermunajat kepada Allah SWT, dan sangat jarang tidur.
Sebagai ulama besar dan sufi, Habib Umar dikenal dengan beberapa karamahnya. Ia sangat termasyhur, bahkan sampai ke negari Cina. Suatu hari, salah seorang anak Habib Abdurrahman melawat ke Cina. Di sana ia bertemu seorang sufi yang memberi salam dan hormat, padahal ia tidak mengenalnya.
”Bagaimana engkau mengenalku, padahal kita belum pernah berjumpa?” tanyanya.
”Bagaimana aku tidak mengenal engkau? Ayahmu, Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas, adalah guru kami, dan kami sangat menghormatinya. Habib Umar sering datang ke negeri kami dan ia sangat terkenal di negeri ini,” jawab sufi tersebut. Padahal jarak antara Hadramaut dan Cina sangat jauh, namun Habib Umar telah berdakwah sampai ke sana.
Syekh Muhammad Baqais, salah seorang muridnya, bercerita, ”Satu kali Habib Umar mendamaikan beberapa suku yang berperang sampai berkali-kali. Tapi, tetap saja ia tidak mendapatkan tanggapan baik. Karena itu beliau pun melemparkan biji tasbihnya kepada mereka. Dengan izin Allah biji tasbih itu menjadi ular. Barulah mereka sadar dan mohon maaf.”
Nama Habib Umar tak bisa dipisahkan dari karya agung yang diberinya judul ‘Azizul Manal wa Fathu Babil Wishal, alias “Anugerah nan Agung dan Pembuka Pintu Tujuan” – yang di belakang hari sangat terkenal sebagai Ratib Al-Atthas. Habib Umar sendiri berwasiat, “Rahasia dan hikmah telah kutitipkan di dalam ratib itu.”
Melindungi Kota
Menurut Habib Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang, Jakarta Pusat), Ratib Al-Aththas lebih tua dibanding Ratib Al-Haddad. Ratib Al-Haddad disusun pada 1071 H/1651 M oleh Habib Abdullah Al-Haddad, atau sekitar 350 tahun lalu, sedang Ratib Al-Atthas disusun jauh sebelumnya. Ada beberapa wirid atau doa yang tidak ada dalam Ratib Al-Atthas tapi terdapat dalam Ratib Al-Haddad, demikian pula sebaliknya. Namun, seperti ratib-ratib yang lain, keduanya tetap mengacu pada doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Ratib Al-Atthas biasa dibaca usai salat Magrib, tapi boleh juga dibaca setiap pagi, siang, atau tengah malam. Bisa dibaca sendiri atau secara berjemaah. Manfaat ratib ini sangat besar. Bahkan ada sebagian ulama yang mengatakan, dengan membaca Ratib Al-Atthas atau Ratib Al-Haddad setiap malam, Allah SWT akan menjaga dan memelihara seluruh penghuni kota tempat tinggal kita, menganugerahkan kesehatan, dan mengucurkan rezeki-Nya kepada segenap penduduk.
Dalam keadaan sangat khusus dan mendesak, ratib tersebut bisa dibaca tujuh hingga 41 kali berturut-turut. Pendapat ini mengacu pada beberapa hadis Rasulullah SAW tentang manfaat istigfar dan doa-doa lainnya. Sebab, dalam ratib-ratib tersebut antara lain terdapat selawat, tahlil, tasbih, tahmid, dan istigfar.
Begitu hebat fadilah atau keutamaan ratib-ratib itu, hingga Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Muhsin bin Husein Al-Atthas menyatakan bahwa mereka yang mengamalkan ratib tersebut tidak akan terluka jika pada suatu hari terpatuk ular. “Orang yang biasa mengamalkan ratib-ratib itu tidak akan merasa takut, ia akan selamat dari segala yang ditakuti,” katanya.
Betapa hormat para ulama kepada Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas. Tergambar ketika suatu hari seorang ulama, Syekh Salim bin Ali, mengunjungi Imam Masjidilharam, Habib Muhammad bin Alwi Assegaf, dan menyampaikan salam dari Habib Umar. Seketika itu juga Habib Muhammad pun menundukan kepala sejenak, lalu katanya, ”Layaklah setiap orang menundukkan kepala kepada Habib Umar. Demi Allah, saya mendengar suara gemuruh di langit untuk menghormati beliau. Sementara di bawah langit ini tidak ada orang lebih utama daripada beliau.”
Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas wafat pada 23 Rabiulakhir 1072 H/1652 M, dan jenazahnya dimakamkan di Desa Nafhun dekat Huraidhoh Hadromaut yaman.

Sabtu, 19 Februari 2011

Rattib Al-Attas
اَلْفَاتِحَةُ اِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ, اَعُوذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ (بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ.اَلْحَمْدُلِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ...) الخرسُوْرَةُ الْفَاتِحَة
اَعُوْذُبِا للهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَا نِ الرَّجِيْمِ (ثَلاَثًا)
 ( لَوْاَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَاَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وِتِلْكَ اْلاَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ. هُوَاللهُ الَّذِيْ لاَاِلَهَ اِلاَّ هُوَعَالِمُ اْلغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَالرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ هُوَاللهُ الَّذِيْ لآ اِلَهَ اِلاَّ هُوَاْلمَلِكُ اْلقُدُّوْسُ السَّلاَمُ اْلمُؤْمِنُ اْلمُهَيْمِنُ اْلعَزِيْزُاْمجَبَارُ اْلمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللهِ عَمَّايُشْرِ كُوْنَ هُوَاللهُ اْمخَالِقُ اْلبَارِئُ اْلمُصَوِّرُلَهُ اْلاَسْمَاءُ اْمحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَافِى السَّمَوَاتِ وِاْلاَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيْزُاْمحَكِيْمِ ) اَعُوْذُبِاللهِ السَّمِيْحِ اْلعَلِيْمِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ (ثلاثا) اَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّا مَّاتِ مِنْ شَرِّمَا خَلَقَ (ثلاثا) بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَيَضُرُّمَعَ اسْمِهِ    شَىْءٌ فِى اْلاَرْضِ وَلاَفِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ (ثلاثا) بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ.وَلاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّبِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ (عَشْرًا) بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ (ثَلاَثًا) بِسْمِ اللهِ تَحَصَّنَّا بِاللهِ.بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْنَا بِاللهِ (ثَلاَثًا) بِسْمِ اللهِ آمَنَّابِاللهِ. وَمَنْ يُؤْ مِنْ بِاللهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِ (ثَلاَثًا) سُبْحَانَ اللهِ عَزَّاللهِ. سُبْحَانَ اللهِ جَلَّ اللهِ (ثَلاَثًا) سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ.سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ (ثَلاَثًا) سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُلِلَّهِ وَلآ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ (اَرْبَعًا) يَالَطِيْفًا بِخَلْقِهِ يَاعَلِيْمًا بِخَلْقِهِ يَاخَبِيْرًا بِخَلْقِهِ. اُلْطُفْ بِنَايَالَطِيْفُ,يَاعَلِيْمُ يَاخَبِيْرً (ثلاثا) يَا لَطِيْفًا لَمْ يَزَلْ. اُلْطُفْ بِنَافِيْمَانَزَلْ اِنَّكَ لَطِيْفٌ لَمْ تَزَلْ. اُلْطُفْ بِنَاوَ الْمُسْلِمِيْنَ (ثَلاَثًا) لآ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ (اَرْبَعِيْنَ مَرَّةً) مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ. حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ (سبعا) اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَّى مُحَمَّدٍ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ (عَشْرًا)  اَسْتَغْفِرَاللهَ (اا مَرَّةً). تَائِبُوْنَ اِلَى اللهِ (ثَلاَثًا) يَااَللهُ بِهَا.يَااَللهُ بِهَا يَااَللهُ بِحُسْنِ اْلخَاتِمَةِ (ثَلاَثً) غُفْرَا نَكَ رَبَّنَا وَاِلَيْكَ اْلمَصِيْرُ لاَيُكَلِفُ اللهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسُعَهَا لَهَا مَا اكَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكَتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَا خِذْنَا اِنْ نَسِيْنَا اَوْاَخْطَأْ نَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَا قَةَلَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَ نَا فَانْصُرْنَا عَلَى اْلقَوْمِ اْلكَا فِرِيْنَ.

Kemudian membaca :

اَلْفَاتِحَةُ اِلَى رُوْحِ سَيِّدِنَاوَ حَبِيْبِنَاوَ شَفِيْعِنَ رَسُوْلِ اللهِ , مُحَمَّدِ بِنْ عَبْدِاللهِ , وَاَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَاَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ , اَنَّ اللهَ يُعْلىِ دَرَجَاتِهِمْ فِى اْلْجَنَّةِ وَ يَنْفَعُنَا بِاَسْرَارِ هِمْ وَاَنْوَارِهِمْ وَعُلُوْمِهِمْ فِى الدِّ يْنِ وَالدُّنْيَا وَاْلآ خِرَةِ وَيَجْعَلُنَا مِنْ حِزْ بِهِمْ وَيَرْزُ قُنَا مَحَبَّتَهُمْ وَيَتَوَفَّانَا عَلَى مِلَّتِهِمْ وَيَحْشُرُنَافِى زُمْرَ تِهِمْ . فِى خَيْرٍ وَ لُطْفٍ وَعَافِيَةٍ , بِسِرِ الْفَا تِحَةْ اَلْفَاتِحَةُ اِلَى رُوْحِ سَيِّدِنَا الْمُهَا جِرْ اِلَى اللهِ اَحْمَدْ بِنْ عِيْسَى وَاِلَى رُوْحِ سَيِّدِنَااْلاُ سْتَاذِ اْلاَعْظَمِ اَلْفَقِيْهِ الْمُقَدَّمِ , مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيّ بَاعَلَوِيْ وَاُصُوْلِهِمْ وَفُرُوْعِهِمْ , وَذَوِىْ الْحُقُوْقِ عَلَيْهِمْ اَجْمَعِيْنَ اَنَّ اللهَ يَغْفُرُ لَهُمْ وَيَرْ حَمُهُمْ وَيُعْلِيْ دَرَجَاتِهِمْ فِى الْجَنَّةِ , وَيَنْفَعُنَا بِاَسْرَارِهِمْ وَاَنْوَارِهِمْ وَعُلُوْ مِهِمْ فِى الدِّ يْنِ وَالدُّنْيَاوَاْلاَخِرَةِ . اَلْفَا تِحَةُ اَلْفَاتِحَةُ اِلَى رُوْحِ سَيِّدِنَا وَحَبِيْبِنَا وَبَرَكَاتِنَا صَاحِبِ الرَّاتِبِ قُطْبِ اْلاَنْفَاسِ اَلْحَبِيْبِ عُمَرْ بِنْ عَبْدِالرَّحْمَنِ الْعَطَّاسْ , ثُمَّ اِلَى رُوْحِ الشَّيْخِ عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ اللهِ بَارَاسْ , ثُمَّ اِلَى رُوْحِ اَلْحَبِيْب عَبْدُالرَّحْمَنِ بِنْ عَقِيْل اَلْعَطَّاسْ , ثُمَّ اِلَى رُوْحِ اَلْحَبِيْب حُسَيْن بِنْ عُمَرْ اَلْعَطَّاسْ وَاِخْوَانِهِ ثُمَّ اِلَى رُوْحِ عَقِيْل وَعَبْدِ اللهِ وَصَا لِحْ بِنْ عَبْدُالرَّحْمَنِ اَلْعَطَّاسْ ثُمَّ اِلَى رُوْحِ اَلْحَبِيْب عَلِيِّ بْنِ حَسَنْ اَلْعَطَّاسْ ثُمَّ اِلَى رُوْحِ اَلْحَبِيْب اَحْمَدْ بِنْ حَسَنْ اَلْعَطَّاسْ وَاُصُوْلِهِمْ وَفُرُوْعِهِمْ وَذَوِى الْحُقُوْقِ عَلَيْهِمْ اَجْمَعِيْنَ اَنَّاللهَ يَغْفِرُ لَهُمْ وَيَرْ حَمُهُمْ وَيُعْلِى دَرَجَا تِهِمْ فِى الْجَنَّةِ وَيَنْفَعُنَا بِاَسْرَارِهِمْ وَاَنْوَارِهِمْ وَعُلُوْ مِهِمْ وَنَفَحَا تِهِمْ فِى الدِّ يِنِ وَالدُّ نْيَاوَاْلآخِرَةِ )اَلْفَا تِحَةْ(
اَلْفَاتِحَةُ اِلَى اَرْوَحِ اْلاَوْالِيَاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّا لِحِيْنَ . وَاْلاَ ئِمَّةِ الرَّاشِدِ يْنَ وَاِلَى اَرْوَاحِ وَالِدِيْنَا وَمَشَا يِخِنَا وَذَوِى الْحُقُوْقِ عَلَيْنَا وَعَلَيْهِمْ اَجْمَعِيْنَ , ثُمَّ اِلَى اَرْوَاحِ اَمْوَاتِ اَهْلِ هَذِهِ الْبَلْدَةِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَنَّ اللهَ يَغْفِرُلَهُمْ وَيَرْحَمُهُمْ وَيُعْلِى دَرَجَاتِهِمْ فِى الْجَنَّةِ وَيُعِيْدُ عَلَيْنَا مِنْ اَسْرَ ارِهِمْ وَانْوَ ارِهِمْ وَعُلُوْ مِهِمْ وَبَرَكَاتِهِمْ فِى الدِّ يْنِ وَالدُّ نْيَا وَاْلآ خِرَةِ . اَلْفَاتِحَةْ.
اَلْفَاتِحَةُ بِالْقَبُوْلِ وَتَمَامِ كُلِّ سُوْلٍ وَمَأْمُوْلٍ وَصَلاَحِ الشَّأْنِ ظَا هِرًا وَبَا طِنًافِى الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ دَافِعَةً لِكُلِّ شَرٍّجَالِبَةً لِكُلِّ خَيْرٍ , لَنَا وَلِوَ الِدِيْنَا وَاَوْلاَدِنَاوَاَحْبَا بِنَا وَمَشَا ئِخِنَا فِى الدِّ يْنِ مَعَ اللُّطْفِ وَالْعَا فِيَةِ وَعَلَى نِيَّةِ اَنَّ اللهَ يُنَوِّرُ قُلُوْ بَنَا وَقَوَ الِبَنَا مَعَ الْهُدَى وَالتَّقَى وَالْعَفَافِ وَالْغِنَى . وَالْمَوْتِ عَلَى دِيْنِ اْلاِسَلاَمِ وَاْلاِ يْمَانِ بِلاَ مِحْنَةٍ وَلاَ اِمْتِحَانٍ , بِحَقِّ سَيِّدِ نَاوَلَدِ عَدْ نَانِ , وَعَلَى كُلِّ نِيَّةٍ صَالِحَةٍ .وَاِلَى حَضْرَةِ النَِّبيِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ (اَلْفَاتِحَةْ)

Kemudian membaca :

بِسْمِ اللهِ الرَّ حْمَنِ الرَّ حِيْمِ. اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَا لَمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِىءُ مَزِيْدَهُ, يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِىْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَا نِكْ, سُبْحَا نَكَ لاَ نُحْصِيْ ثَنَا ءً عَلَيْكَ اَنْتَ كَمَا اَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ, فَلَكَ الْحَمْدُ حَتىَّ تَرْضَى, وَلَكَ الْحَمْدُ اِذَارَضِيْتَ, وَلَكَ الْحَمْدُ بَعْدَ الرِّضَى. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِى اْلاَوَّلِيْنَ وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنّا مُحَمَّدٍ فِى اْلآ خِرِيْنَ وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِى كُلِّ وَقْتٍ وَحِيْنٍ, وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِى الْمَلَإِ اْلاَ عْلَى اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ, وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ حَتىَّ تَرِثَ اْلاَرْضَ وَمَنْ عَلَيْهَا وَاَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِيْنَ. اَللَّهُمَّ اِنَّا نَسْتَحْفِظُكَ وَنَسْتَوْ دِعُكَ اَدْيَا نَنَا وَاَنْفُسَنَا وَاَمْوَ الَنَا وَاَهْلَنَا وَكُلَّ ثَيْءٍ اَعْطَيْتَنَا. اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا وَاِيَّا هُمْ فِى كَنَفِكَ وَاَمَانِكَ وَعِيَاذِكَ, مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَرِيْدٍ وَجَبَّارٍ عَنِيْدٍ وَذِىْ عَيْنٍ وَذِيْ بَغْيٍ وَذِيْ حَسَدٍ وَمِنْ شَرِّ كَلِّ ذِيْ شَرٍّ, اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شّيْىءٍ قَدِيْرُ. اَللَّهُمَّ جَمِّلْنَا بِالْعَا فِيَةِ وَالسَّلاَ مَةِ, وَحَقِقْنَا بِااتَقْوَى وَاْلاِسْتِقَامَةِ وَاِعِذْنَا مِنْ مُوْ جِبَا تِ النَّدَا مَةِفِى اْلحَالِ وَاْلمَالِ, اِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاءِ. وَصَلِّ اللَّهُمَّ بِجَلاَلِكَ وَجَمَالِكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ, وَارْزُقْنَا كَمَالَ اْلمُتَا بَعَةِ لَهُ ظَا هِرًا وَبَا طِنًا يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ, بِفَضْلِ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ اْلعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمُ عَلَى اْلمُرْسَلِيْنَ وَلْحَمْدُلِلَّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ

Ratib AL-Athos

Arti Kata Ratib

Kata ratib (rootib) mempunyai banyak arti, sedangkan yang dimaksudkan di sini adalah berasal dari kata "rottaba" yang berarti mengatur atau menyusun. Ratib adalah suatu yang tersusun, teratur dengan rapi. Seperti dalam istilah sholat sunnah rawatib, adalah sholat-sholat sunnah yang diamalkan oleh Rasulullah SAW pada waktu-waktu tertentu. Begitupun dengan Ratib Al-Athos yang mengandung zikir-zikiran berupa do’a yang berasal dari Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW yang telah tersusun dan dibaca pada waktu-waktu tertentu.

Dalam kitab Al-Qirthos, istilah Ratib berarti penjaga; pelindung; tameng atau benteng. Maksudnya adalah do'a-do'a yang mengandung perlindungan atau penjagaan. hal ini pun dapat kita lihat dalam isi Ratib Al-Athos yang mengandung banyak do'a atau permohonan penjagaan kepada Allah SWT mulai dari hal-hal zhohir (lahir atau jasmani) hingga penjagaan hal-hal bathin (rohani).

Istilah ratib digunakan kebanyakan di negeri Hadramaut dalam menyebut zikiran-zikiran yang biasanya pendek dengan bilangan zikir yang sedikit (seperti 3, 7, 10, 11 dan 40) diamalkan dan dibaca pada waktu-waktu tertentu, yaitu sekali pada waktu pagi dan sekali pada waktu malam.

Sebenarnya banyak sekali ratib-ratib lain yang serupa dengan Ratib Al-Athos, diantaranya Ratib Al-Haddad, Ratib Al-Idrus, Ratib Al-Muhdhor dan lain-lain.

Penyusun

Beliau adalah Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Athos. Sedangkan nasab lengkapnya adalah Umar bin Abdurrahman bin Aqil bin Salim bin Ubaidullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Syeikh al-Ghauts Abdurrahman As-Seggaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alawi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidullah bin Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad an-naqib bin Imam Ali al-Uraidhi bin Ja’far as-Shodiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin al-Imam Ali Zainal Abidin bin al-Imam Husein as-Sibth bin al-Imam Ali bin Abi Thalib dan al-Batul as-Sayyidah Fatimah az-Zahrah binti Rasulullah SAW.

Beliau dilahirkan di Lisk dekat dengan desa Ainat, dibagian bawah negeri Hadramaut di akhir abad ke-10, tepatnya pada tahun 992 H. Sejak kecil beliau diasuh dan dididik oleh ayah beliau sendiri, al-Habib Abdurrahman bin Aqil. Sejak kecil mata beliau buta. Namun demikian Allah SWT memberi kecderdasan otak dan bashirah sehingga beliau mudah menghafal apa saja yang pernah didengarnya. Ayah beliau pernah berkata kepada Syeikh Abdurrahman bin Aqil al-Junied Bawazir, yang dikenal dengan panggilan al-Mu’allim; “Hendaknya anda lebih banyak memberikan perhatian kepada Umar, karena kedua matanya tidak dapat melihat”. Syekh Abdurrahman menjawab: “Meskipun kedua mata Umar tidak dapat melihat, tetapi pandangan bashirahnya dapat melihat disebabkan hatinya bersinar”.
Sejak kecil beliau anak yang tekun beribadah, hidup zuhud dan telah tampak tanda-tanda kebesaran pada diri beliau. Sejak kecil, beliau sering ke kota Tarim dari dusunnya, Lisk dan melakukan sholat dua rakaat di setiap masjid yang ada di kota Tarim, bahkan kadang menimba air dari sumur untuk mengisi kolam-kolam masjid.

Beliau adalah salah satu guru utama dari al-Habib Abdullah al-Haddad, penyusun Ratib al-Haddad. Oleh karenanya Ratib al-Haddad banyak dipengaruhi oleh Ratib al-Athos.

Al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Athos wafat di Nafhun pada malam kamis 23 Rabiul Akhir 1072 H dan dimakamkan di Huraidhah.

Nama Lain Ratib Al-Athos
Ratib Al-Athos mempunyai banyak nama, diantaranya:

1. Aziiz al-Manaal wa Fath Baab al-Wishol (“Sesuatu yang sukar diperoleh dan kunci bagi pintu penghubung kepada Allah SWT)
2. Husn al-Hashin (“Kubu yang kukuh”)
3. Al-Kibriyaat al-Ahmar (“Belerang yang merah”)
4. Zubdat al-Adzkar (“Pati segala zikir”)
5. Maghnaathiis al-Asror Liman Wazhoba ‘Alaihi bi al-Lail wa an-Nahar (“Magnet segala rahasia bagi mereka yang tetap mengamalkannya pada waktu malam dan siang”)
6. Ad-Diryaaq al-Mujarrob (“Penawar bagi racun yang mujarab”)
7. Manhal al-Manaal wa fath Baab al-Wishol (“Sumber pencapaian dan kunci bagi penghubung kepada Allah SWT”)

acara tasmiyah

KEUTAMAAN SALAWAT ATAS NABI DAN KELUARGANYA


 
Allah Swt. Berfirman:

 Sesungguhnya Allah dan malaikat – malaikatnya-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang – orang yang beriman, bersalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (QS al – Ahzab[33]:56)

Bershalawat artinya: kalau dari Allah berarti memberi rahmat: dari Malaikat berarti memintakan ampunan dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdoa supaya diberi rahmat seperti dengan perkataan:Allahuma shalli ala Sayyidina Muhammad.


Nabi Saw. yang mulia bersabda:
“Tidaklah salah seorang diantara kalian dianggap beriman sebelum dia lebih mencintaiku dari pada dirinya sendiri, anaknya dan semua manusia”
(HR Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, Al- Tirmidzi, Al-Nasa’I dan Ibn Majah dari Anas r.a.)

“Ajarilah anak – anak kalian tiga hal, yaitu cinta kepada Nabi kalian, cinta kepada keluarganya dan membaca al – Qur’an al – Karim. Karena sesungguhnya penghapal al – Qur’an al – Karim akan selalu berada di bawah naungan Allah Swt. pada hari kiamat ketika tidak ada perlindungan selain perlindungan-Nya bersama para Nabi dan orang – orang pilihan-Nya”
(HR Abu Nashr al – Syirazi, Al-Daylami dan Ibn al-Najjar dari ‘Ali r.a.)

“Ketahuilah wahai manusia, aku adalah manusia. Hampir saja datang kepadaku utusan dari Tuhanku untuk menjemputku dan aku menyambutnya. Akan tetapi, telah kutinggalkan diantara kalian dua hal yang berat (al-Tsaqalayn).

Pertama,kitabullah yang di dalamnya ada petunjuk dan cahaya. Barangsiapa yang berpegang teguh kepadanya dan mengambil pelajaran darinya, maka dia akan berada diatas petunjuk. Barangsiapa yang menyalahinya, maka dia akan tersesat. Ambillah kitabullah dan berpegang teguhlah kepadanya.

Kedua, keluargaku…kuingatkan kamu kepada Allah tentang keluargaku. Kuingatkan kamu kepada Allah tentang keluargaku”
(HR Imam Ahmad, ‘Abd bin Humayd, Muslim bin Zayd bin arqam r.a.)

“Semua dosa terhalang sampai di bacakan salawat atas Nabi Saw. yang mulia “
(HR Al – Daylami dari Al-Firdaws dari Anas r.a. dan diriwayatkan oleh Bayhaqi dari ‘Ali r.a.)

“Sesungguhnya orang yang paling utama disisiku pada hari kiamat nanti adalah orang yang paling banyak membaca salawat kepadaku”
(HR Al-Nasa’I dan Ibn Hibban dari Ibn Mas’ud r.a.)

“Barang siapa yang membaca salawat satu kali kepadaku, maka Allah akan mendoakannya sepuluh kali, menghapuskan sepuluh kesalahannya dan mengangkat derajatnya sepuluh tingkatan” (HR Ahmad, Al-Nasa’I, dan Al-Hakim dari Anas r.a.)

“Tidak ada seorangpun yang mengucapkan salam kepadaku kecuali Allah akan menyampaikan salam itu kepada ruhku sehingga aku dapat membalas salamnya”
(HR Abu Dawud dari Abu Hurayrah r.a.)

“Barangsiapa yang membaca salawat kepadaku sepuluh kali di pagi hari dan sepuluh kali di petang hari, maka dia aan mendapatkan syafaatku di hari kiamat kelak”
(HR Al-Thabrani dari Abu al-Darda’ r.a.)

“Barangsiapa yang membaca salawat kepadaku seratus kali dalam satu hari, maka Allah akanmemenuhi seratus macam keperluannya. Tujuh puluh keperluan di akhirat, dan tiga puluh keperluan di dunia.” 
(HR Ibn al-Najjar dari Jabir r.a.)

“Barangsiapa yang membaca salawat kepadaku seribu kali dalam satu hari, maka dia tidak mati sampai di beritahukan surga sebagai balasannya”
(HR Abu al-Syaykh dari anas r.a.)

“Bacakanlah salawat atas para Nabi Allah dan para Rasulnya, sebagaimana kalian bersalawat atasku. Sebab sesungguhnya mereka itu diutus olaeh Allah sebagaimana aku”
(HR Ahmad dan Al-Khathib dari Abu hurayrah r.a.)

“Perbanyaklah salawat atas diriku pada hari Jum’at, karena sesungguhnya salawat umatku ditunjukkan kepadaku pada setiap hari Jum’at. Barangsiapa yang paling banyak salawatnya kepadaku, maka dialah yang paling dekat kedudukannya kepada diriku”
(HR Al-Bayhaqi dari Abu ‘Umamah r.a.)

“ Barangsiapa yang membaca salawat kepadaku pada hari Jum’at seratus kali, maka pada hari kiamat kelak dia akan datang bersama- sama cahaya. Seandainya cahaya itu di bagi – bagikan kepada semua makhluk-Nya, maka cahaya itu cukup untuk mereka”
(HR Abu Nu’aym dari ‘Ali bin al-Husayn r.a.)

“Dimana saja kamu berada maka bacalah salawat atas diriku, karena sesungguhnya salawat itu akan sampai kepadaku”
(HR Al-Thabrani dari Al-Husayn bin ‘Ali r.a.)

“Kehidupanku lebih baik dari kamu. Jika aku meninggal dunia, maka kematianku itu adalah lebih baik bagi kamu karena sesungguhnya amal-amal kamu akan disampaikan kepadaku. Jika aku melihatnya sebagai kebaikan, maka aku akan menyampaikan pujian kepada Allah Swt. Jika aku melihatnya sebagai keburukan, maka aku akan memohonkan ampun untuk kamu.”
(HR Ibn Sa’ad dari Bakr bin ‘Abdullah r.a.)

“Barangsiapa yang membaca salawat kepadaku pada hari Jum’at dua ratus kali, maka dosanya selama dua ratus tahun akan di ampuni”
(HR Al-Daylami dari Abu Dzar r.a.)

“Janganlah kamu menjadikan diriku sebagai wadah air para musafir yang menempatkan air di tempat itu. Jika dia memerlukannya maka dia akan meminum air itu. Jika dia tidak memerlukannya maka dia akan mencampakkannya. Tempatkanlah diriku di awal, tengah, dan akhir perkataanmu” 
(HR Ibn al-Najjar dari Ibn Mas’ud r.a.)